I. PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Dalam memenuhi kebutuhan spesies terhadap populasi yang
banyak telah terdapat cara rekayasa hormon ikan agar bisa seefisien mungkin.
Pada saat ini hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone)
sangat dipercaya mampu memberikan ransangan terhadap induk ikan untuk melakukan
pemijahan apabila sudah terjadi kematangan gonad. Untuk memperoleh hormon GnRH
kita harus mengekstrak dari kelenjar pituitary yang membutuhkan adanya ikan
donor sebagai penyumbang kelenjar pituitary tersebut. Namun kegitan ini harus diperhatikan
dosis kelenjar pituitary yang akan didonor serta metode dalam mengekstrak
kelenjar pituitary sebagai penghasil hormon GnRH. Dengan metode dan perhitungan
dosis yang tepat usaha ini dapat terus diaplikasikan dalam kegiatan pembenihan
ikan dan merupakan rekomendasi yang sangat baik untuk dilakukan oleh
pihak-pihak yang berada di dunia budidaya komoditas perikanan meski ada
sebagian kecil dari komoditas yang tidak bisa dilakukan dengan cara ini.
Pasca pemijahan maka akan terjadi fertilisasi dari sel jantan
atau sperma dengan sel betina atau ovarium. Pada dasarnya ada dua macam
fertilisasi yang kitaketahui yaitu fertilisasi buatan dan fertilisasi alami.
Fertilisasi secara alami akan terjadi begitu saja ketika pasca pemijahan dan
bagi ikan yang hidup di alam bebas tanpa bisa dilakukan pengontrolan oleh
manusia. Namun ada yang berbeda ketika kita melakukan fertilisasi buatan pada
ikan. Jadi upaya fertilisasi buatan sangat menguntungkan bagi spesies yang
ketersediaannya di alam bebas sedikit ataupun mendekati kepunahan. Akan tetapi
fertilisasi buatan juga tidak semata-mata dilakukan untuk spesies tertentu yang
hampir punah, melainkan suatu upaya dalam meningkatkan populasi ikan yang ingin
kita produksi. Sebab fertilisasi buatan bisa langsung dapat dikontrol oleh
manusia akan keberhasilan dalam segi kulitas dan kuantitasnya. Sehingga
kegiatan ini mampu memberikan dampak positif untuk kegiatan budidaya perairan.
Tingkat keberhasilan dari fertisasi ikan dapat juga kita
lihat dalam perkembangan telur melalui teknologi yang biasa dilakukan seperti
mikroskop, karena ukurannya yang begitu kecil serta perkembangan telur yang
berubah pada jangka waktu tertentu sebelum menjadi larva. Dalam perkembangannya
terdapat berbagai stadia perkembangan telur hingga terbentuknya larva atau
individu baru sebagai calon benih. Stadia perkembangan sel telur menjelang
terbentuknya larva merupakan suatu tahapan yang sangat sensitif atau sering
disebut dengan masa kritis. Dalam penangannya juga perlu dilakukan dengan
metode yang tepat untuk mengurangi dampak yang tidak diinginkan. Pada
prinsipnya ada dua faktor yang mempengaruhi terhadap fase perkembangan telur
menjelang larva yaitu faktor lingkungan yang mencakup terhadap kualitas air
serta iklim setempat dan faktor gen asal yang memberikan sifat keturunan. Maka
untuk mendapatkan hasil yang baik seleksi induk memiliki peranan penting untuk
kualitas yang baik. Sedangkan untuk faktor lingkungan keadaan kualitas air yang
ideal dialam mampu direkayasa bagi fertilisasi buatan. Berbagai upaya dari persiapan
induk hingga melahirkan individu baru sangat berperan penting terhadap
tekhnologi pembenihan ikan dengan melihat bagaimana proses pembentukan benih
dengan melewati tahapan-tahapan sebelum mencapai benih yang ideal untuk
keberlangsungan usaha budidaya.
1.2
Tujuan
praktikum
Adapun
tujuan dari praktikum ini adalah :
1.
Mengetahui
perbedaan antara ikan jantan dan betina melalui pengamatan pada seks primer dan
sekunder ikan.
2.
Mampu
menyediakan hormon GnRH ( Gonadotropin
Releasing Hormone ) dari ekstrak kelenjar pituitary.
3.
Mengetahui
dan mengenali induk ikan yang siap pijah.
4.
Mengetahui
cara penyuntikan ikan.
5.
Mengetahui
teknik stripping.
6.
Mengetahui
teknik pencampuran telur dan sperma.
7.
Mengetahui
teknik inkubasi telur.
8.
Mampu
membedakan antara bentuk telur yang telah terbuahi dan tidak terbuahi.
9.
Melihat
perkembangan telur sejak fertilisasi hingga penetasan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kegiatan pembenihan
merupakan kegiatan awal didalam budidaya. Tanpa kegiatan pembenihan ini,
kegiatan yang lain seperti pendederan dan pembesaran tidak akan terlaksana.
Karena benih yang digunakan dari kegiatan pendederan dan pembesaran berasal
dari kegiatan pembenihan, secara garis besar kegiatan pembenihan meliputi :
pemeliharaan induk, pemilihan induk siap pijah, pemijahan dan perawatan larva. (Khaeruman dan Amri, 2002).
Pemijahan semi alami dan buatan dilakukan dengan melakukan
penyuntikan terhadap induk betina menggunakan ekstrak pituitari/hipofisa atau
hormon perangsang (misalnya ovaprim, ovatide, LHRH atau yang lainnya). Ekstrak
hipofisa dapat berasal dari ikan lele atau ikan mas sebagai donor. Penyuntikan
dengan ekstrak hipofisa dilakukan dengan dosis 1 kg donor/kg induk (bila
menggunakan donor ikan lele) atau 2 kg donor/kg induk (bila menggunakan donor
ikan mas). Penyuntikan menggunakan ovaprim atau ovatide dilakukan dengan dosis
0,2 ml/kg induk (Sudarma, 2004).
Pemijahan ikan secara buatan adalah pemijahan ikan yang
terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad
serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/pengurutan.
Jenis ikan yang sudah dapat dilakukan pemijahan secara buatan antara lain
adalah ikan patin, ikan mas, ikan lele (gusrina, 2008).
fertilisasi buatan merupakan peroses pembuahan sel telur
oleh seperma karena adanya campur tangan manusia. Dalam fertilisasi buatan ini
induk betina ikan lele yang siap, diurut perutnya dengan cara menekan bagian
perutnya kearah lubang genitalnya, sedangkan untuk induk ikan lele jantan
dibedah perutnya dan diambil sepermanya. Setelah sel telur dan seperma
disiapkan, lakukan pencampuran antara sel telur dan seperma didalam baskom dan
tetaskan pada akuarium (Sugiono, 2003).
Awal perkembangan dimulai saat pembuahan (fertilisasi sebuah
sel telur oleh sperma yang membentuk zygot). Gametogenesis merupakan fase akhir
perkembangan individu dan persiapan untuk generasi berikutnya. Proses
perkembangan yang berlangsung dari gametogenesis sampai dengan membentuk zygot
disebut progenesis. Proses selanjutnya disebut embryogenesis (blastogene) yang
mencakup pembelahan sel zygot (deavage), blastulasi, grastulasi dan merulasi.
Selanjutnya adalah organogenesis yaitu pembentukan alat – alat organ tubuh.
Embriologi mencakup proses perkembangan setelah fertilisasi sampai dengan
organogenesis sebelum menetas atau lahir (Syazili, 2011).
III. METODE
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
lapangan dilaksanakan pada tanggal 01 sampai 03 Juni 2013 di Laboratorium Program study
Budidaya Perairan Universitas Mataram.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktek ini adalah :
Nama Alat
|
Kegunaan
|
Akuarium
|
Sebagai tempat penetasan telur
|
Alat bedah
|
Mengambil sperma ikan
|
Mikroskop
|
Sebagai alat untuk mengamati posisi inti telur
|
Penggerus jaringan (tissue grinder)
|
Menghancurkan kelenjar hipopisa
|
Centrifuge
|
Mengekstrak hormone hipofisa
|
Tabung reaksi
|
Menyimpan larutan hipofisa/tempat penggerusan
|
Timbangan duduk
|
Untuk menimbang ikan donor
|
Pipet tetes
|
Mengukur volume akuades/larutan fisiologi
|
Talenan
|
Meletakkan ikan
|
Pendingin/coolbok
|
Menyimpan hipopisa untuk sementara
|
Petri dish
|
Menampung sperma ikan/menampung telur untuk diamati
|
Lap halus
|
Membersihkan/mengeringkan/menutup mata ikan
|
Mangkok
|
Wadah penampungan telur dan sperma
|
Kakaban
|
Tempat pelekatan telur
|
Bulu ayam
|
Pengaduk telur dan sperma
|
Aerator
|
Suplai oksigen
|
Gelas obyek
|
Tempat pengamatan telur
|
Thermometer
|
Untuk mengetahui suhu air
|
Suntik
|
Untuk menyuntikkan hormone pada ikan
|
Penggaris
|
Mengukur panjang dan lebar ikan
|
|
|
Nama Bahan
|
Kegunaan
|
Induk ikan jantan
|
Induk yang akan dipijahkan
|
Induk ikan mas
|
Induk yang akan dipijahkan
|
Ikan donor
|
Untuk diambil kelenjarnya
|
Ikan bawal
|
Sebagai ikan yang digunakan untuk mengamati seks primer dan seks
sekunder
|
Ikan komet
|
Sebagai ikan yang digunakan untuk mengamati seks primer dan seks
sekunder
|
Ikan Nila
|
Sebagai ikan yang digunakan untuk mengamati seks primer dan seks
sekunder
|
Akuades/larutan fisiologis (NaCL 9%)
|
Membuat ekstrak hipopisa
|
Tissue
|
Untuk membersihkan dan mengeringkan
|
|
|
3.3.Pelaksanaan Praktikum
3.3.1.Pembuatan
ekstrak kelenjar pituitary
1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Ditimbang berat ikan donor disesuaikan dengan berat
ikan resipien
3. Dipotong kepala ikan sampai putus pada belakang
operculum
4. Diletakkan kepala ikan dengan posisi mulut menghadap
ke atas
5. Disayat kepala ikan mulai dari dekat lubang hidung ke
bawah
6. Dibuka tengkorak ikan sampai otaknya terlihat dengan
jelas
7. Dibersihkan lemak, atau jaringan-jaringan lainnya yang
menutupi otak, karena kelenjar hipofisa terletak tepat di bawah otak
8. Diangkat kelenjar hipofisa secara hati-hati
menggunakan pinset
9. Dimasukkan kelenjar hipofisa kedalam tabung reaksi
yang kemudian digerus sampai hancur
10. Ditambahkan aquades
11. Disentrifus hingga jaringan-jaringan kasar mengendap
12. Disimpan kelenjar hipofisa yang siap untuk disuntikkan
dalam collbox
3.3.2. Seks primer dan sekunder pada ikan
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diamati seksualitas sekunder, seperti warna ikan,
bentuk tubuh, bentuk sirip serta bentuk morfologi lainnya
3. Diamati seksualitas primer, seperti alat kelamin luar,
jumlah saluran pengeluaran, dan warna alat kelamin
4. Dibedah ikan untuk pengamatan bagian dalam seperti
keberadaan gonad dan telur
3.3.3 Fertilisasi
buatan
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diambil induk ikan yang siap disuntik
3. Diambil larutan hormon yang berasal dari kelenjar
pituitary atau ovaprim
4. Disuntik punggung ikan pada bagian sebelah kanan
sesuai dengan dosis yang ditentukan, setelah enam jam kemudian dilakukan lagi
penyuntikan pada punggung ikan yang sebelah kiri
5. Dibiarkan ikan selama enam jam dan pastikan ikan siap
distripping
a. Stripping telur ikan lele
Dibersihkan
tubuh ikan lele menggunakan lap, agar tida ada lagi air yang menetes, usahakan
tangan dalam keadaan kering, baru kemudian mata ikan ditutup menggunakan lap
selanjutnya lakukan stripping atau pengurutan pada perut ikan dimulai dari
belakang kepala kearah dubur, telur ditampung di dalam mangkok, pengurutan
dilakukan sampai telur habis keluar semua
b. Stripping sperma ikan lele
Pengambilan
sperma ikan lele dilakukan dengan cara membedah tubuh ikan lele, baru kemudian
dicari kanttung sperma yang ada pada lele, setelah ditemukan kantung sperma
segera diangkat dan disimpan didalam petridisk baru kemudian kantung sperma
dipotong dan diurut sampai spermanya keluar
6. Diencerkan sperma dengan menggunakan larutan
fisiologis
7. Dicampurkan sperma dengan telur dalam mangkok sambil
diaduk sekitar 1 menit secara cepat dan halus
8. Ditebar telur yang sudah dicampu dengan seperma
tersebut kedalam akuarium yang sudah dilengkapi dengan kakaban dan aerator
3.3.4. Perkembangan telur
1. Diambil telur yang ada dikakaban secara acak
2. Diletakkan beberapa butir telur diatas gelas benda dan
ditetesi dengan aquades
3. Diamati perkembangan telur pada selang waktu 1 jam
4. Digambar / foto fase perkembangan telur
5. Dicatat waktu pengamatan telur
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1
Seksualitas Primer dan Sekunder Ikan
Tabel 1.
hasil pengamatan seksualitas primer dan sekunder pada ikan
Parameter
|
Ikan Komet
|
Ikan Bawal
|
A
|
B
|
A
|
B
|
Seksualitas Skunder
|
|
|
|
|
Warna/Pola warna
|
Orange cerah
|
|
Gelap/kuning
|
Berwarna orange
|
Bentuk badan/proporsi badan
|
Perut buncit
|
|
Ikannya kecil
|
Ukuran badan lebih besar
|
Bentuk sirip
|
Bercagak
|
|
Bercagak kuning
|
Bersegi
|
Bentuk morfologi
|
Badannya torpedo
|
|
Badannya gepeng, siripnya putus-putus
|
Badanya gepeng
|
Seksualitas Primer
|
|
|
|
|
Warna alat kelamin
|
Putih kemerahan
|
|
Warna merah
|
Warna merah
|
Saluran alat kelamin
|
Ada tonjolan
|
|
Tidak ada tonjolan
|
Ada tonjolan
|
Gambar gonad
|
|
|
|
|
Gambar isi/dalam gonad(telur/sperma)
|
|
|
|
|
Lain-lain
|
Ada telur atau gonad
|
|
|
|
Kesimpulan
|
Tidak yang bisa diamati dengan warna saja untuk menentukan jenis kelamin
|
|
Betina
Tingkat perkembangan gonad masih tingka I
|
Jantan
Tingkat perkembangan gonad masih tingka
|
4.1.2 Pembuatan
ekstrak kelenjar pituitary
Tabel 2.
Data hasil pembuatan ekstrak kelenjar pituitary
Uraian
|
Jumlah
|
Berat induk
|
1 kg
|
Berat total
ikan donor
|
2 kg
|
Volume total ekstrak kelenjar
|
1 ml
|
4.1.3 Fertilisasi
buatan
Tabel 3.
Hasil pengamatan fertilisasi buatan
Parameter
|
Ikan Lele
|
Ikan Lele
|
Berat induk jantan/betina
|
1 kg/ 1 kg
|
1 kg/1 kg
|
Kesiapan induk untuk disuntik
|
Ada keluar
cairan (pada jantan)
|
Ada keluar
telur (pada betina)
|
Gambar telur yang diambil dan bagiannya
|
|
|
Jenis dan volume serta waktu penggunaan hormon
|
Hormon hipofisa sebanyak 0,8 ml
Penyuntikan ke 1: 0,24 ml (jam 09.00 WITA)
Penyuntikan ke 2: 0,56 ml (jam 16.00 WITA)
|
Hormon ovaprim sebanyak 0,5 ml
Penyuntikan ke 1: 0,15 ml (jam 09.00 WITA)
Penyuntikan
ke 2: 0,35 ml (jam 16.00 WITA)
|
Waktu
fertilisasi
|
Jam 23.00
WITA
|
Jam 23.00
WITA
|
4.1.4
Perkembangan Telur
Tabel 4.
hasil pengamatan perkembangan telur
Waktu Pengamatan
|
Stadia Perkembangan
|
Keterangan atau Gambar
|
Jam 00.00
|
Fase cleavage
|
|
Jam 01.00
|
Stadium 2 sel
|
|
Jam 02.00
|
Stadium banyaksel
|
|
Jam 03.00
|
Stadium Morula
|
|
Jam 04.00
|
Stadium Morula
|
|
Jam 05.00
|
Stadium Blastula
|
|
Jam 06.00
|
Stadium Blastula
|
|
Jam 07.00
|
Stadium Blastula
|
|
Jam 08.00
|
Stadium Blastula
|
|
Jam 09.00
|
Stadium Blastula
|
|
Jam 10.00
|
Stadium Grastula
|
|
Jam 11.00
|
Stadium Grastula
|
|
Jam 12.00
|
Fase embrio awal
|
|
Jam 13.00
|
Fase embrio awal
|
|
Jam 14.00
|
Fase embrio awal
|
|
Jam 15.00
|
Fase embrio awal
|
|
Jam 16.00
|
Fase embrio awal
|
|
Jam 17.00
|
Fase embrio akhir
|
|
Jam 18.00
|
Fase embrio akhir
|
|
Jam 19.00
|
Fase embrio akhir
|
|
Jam 20.00
|
Fase embriogenesis
|
|
Jam 21.00
|
Fase embriogenesis
|
|
Jam 22.00
|
Fase embriogenesis
|
|
Jam 23.00
|
Fase embriogenesis
|
|
Jam 24.00
|
Fase embriogenesis
|
|
Jam 01.00
|
Fase embriogenesis
|
|
|
Menetas
|
|
4.2 Pembahasan
Berdasakan
hasil pengamatan dari pelaksanaan praktikum ini, dimana terdapat empat acara
yang dilakukan. Acara tersebut antara lain pengamatan seksualitas primer dan
sekunder, melakukan ekstrak kelenjar pituatary, fertilisasi buatan dan
pengamatan perkembangan telur.
Pengamatan
seksualitas primer dan sekunder menggunakan sepasang komoditas ikan bawal dan
satu ekor ikan komet sebagai sampel pengamatan. Seksualitas sekunder dilakukan
lebih dulu karena untuk pengamatan seksualitas sekunder pada dasarnya melihat
ciri morfologi yang biasanya memiliki bentuk morfologi yang berbeda antara
jantan dan betina. Yang diamati dari pengamatan seksualitas sekunder yaitu
dengan melihat perbedaan antara warna/pola warna, bentuk badan/proporsi badan,
bagian sirip dan bentuk morfologi dari sampel yang telah disiapkan. Dengan
melihat hasil pengamatan seksualitas sekunder terdapat hasil yang signifikan terhadap
warna/pola warna, bentuk badan dan bentuk sirip pada komoditas ikan bawal.
Proses pengamatan pun berlanjut untuk mendapatkan kesimpulan dengan melakukan
pengamatan seksualitas primer pada sampel. Pengamatan seksualitas primer
memiliki hasil yang lebih akurat daripada pengamatan seksualitas sekunder
karena pada pengamatan seksualitas primer langsung melihat anatomi ikan yang
berhubungan langsung dengan sistem reproduksi ikan seperti melihat testis
penghasil sperma bagi jantan dan ovarium dan pembuluhnya bagi ikan betina.
Sehinga metode yang dilakukan dari dua pengamatan seksualitas primer dan
sekunder sangatlah berbeda dimana untuk pengamatan seksualitas primer dilakukan
pembedahan terhadap ikan yang dijadikan sampel pengamatan tersebut. Namun pada
pengamatan ini yang dilihat antara lain warna alat kelamin dan saluran alat
kelamin. Untuk warna alat kelamin tidak memberikan perbedaan yang signifikan,
akan tetapi perbedaan yang signifikan terdapat pada saluran alat kelamin.
Dimana sampel A ikan bawal menunjukan tidak ada tonjolan sebagai ciri kelamin
betina dan hasil sebaliknya terdapat pada sampel ikan bawa B yang terdapat
tonjolan pada saluran alat kelamin sebagai ciri dari ikan jantan. Dari
perbedaan hasil tersebut sudah bisa ditarik kesimpulan bahwa sampel ikan bawal
A merupakan kelamin betina dan sampel ikan bawal B adalah berkelamin jantan.
Ekstrak
kelenjar pituitary bertujuan untuk menghasilkan hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) yang
berfungsi sebagai perangsang induk untuk melakukan pemijahan setelah matang
gonad. Pembuatan ekstrak kelenjar pituitary membutuhkan ikan donor yang akan
diambil kelenjar pituitarynya. Pada acara ini dipakai ikan karper dengan berat
total 2kg sebagai ikan donor untuk pengambilan ekstrak pituatary. Proses
ekstrak pituitary sangat dibutuhkan penerapan metode yang sesuai agar bisa
mendapatkan hasil yang baik. Sebab kelenjar pituitary sangatlah kecil serta
berada tepat dibawah kelenjar otak ikan dan juga mudah hancur. Oleh karena itu
pembedahan kepala ikan donor harus dilakukan dengan hati-hati dan memakai alat
standar laboratorium yang direkomendasikan untuk meminimalisir resiko
kehilangan kelenjar pituitary. Setelah mendapatkan kelenjar pituitari dari ikan
doror baru proses ekstrak dapat dilakukan. Dosis yang digunakan pada kesempatan
ini yaitu induk ikan lele yang akan disuntik hormon GnRH seberat 1 kg dengan
perpaduan berat total ikan donor 2 kg sebelum diambil kelenjar pituitarynya.
Setelah prosedur pengambilan kelenjar pituitari, ekstrak kelenjar pituitari
untuk menghasikan hormon GnRH dan penyuntikan pada induk ikan yang matang gonad
menunggu beberapa saat untuk dilakukan pemijahan.
Proses pemijahan
yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu dengan metode fertilisasi buatan
dari induk ikan lele jantan dan betina 1:1 seberat masing-masing 1kg. Metode
ini dapat dilakukan dengan menyuntikan ekstrak kelenjar pituitary untuk
merangsang induk untuk melkaukan pemijahan. Proses penyuntikan hormon pada
induk ikan lele yang akan diakan dipijahkan dalam fertilisasi buatan ini
dilakukan dua periode yaitu dimulai pada jam 09.00 WITA dan 16.00 WITA dengan
jenis dan volume serta waktu penggunaan hormon yang berbeda pada induk jantan
dan betina. Penyuntikan pada induk jantan diberikan Hormon hipofisa sebanyak 0,8 ml dengan penyuntikan 1:
0,24 ml pada jam 09.00 WITA dan penyuntikan 2 : 0,56 ml pada jam 16.00 WITA.
Sedangkan untuk induk jantan diberikan suntikan Hormon ovaprim sebanyak 0,5 ml
dengan perbandingan suntikan 1 : 0.15ml pada jam 09.00 WITA dan suntikan ke 2 :
0.35ml pada jam 16.00 WITA. Namun sebelum dilakukannya penyuntikan pada induk
ikan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran berat induk ikan dan memastikan
induk ikan telah matang gonad agar siap untuk dipijahkan. Untuk memastikan
bahwa induk ikan telah matang gonad perlu dilakukannya striping dari induk itu
sendiri. Pada sampel yang dipakai dalam praktikum ini berdasrkan hasil
pengamatan menunjukan keluarnya cairan sel sperma pada induk jantan telur pada
induk betina. Itu menunjukan bahwa sudah tidak ada masalah terhadap gonad dari
induk ikan yang dijadikan sampel. Setelah dilakukan beberapa proses tersebut,
fertilisasi pun bisa dilakukan sesegara mungkin. Proses fertilisasi pada
praktikum kali ini dilakukan pada pukul 23.00 WITA pada kolam yang diisi dengan
aerasi dan kakaban setelah telur dan sel sperma dicampur secara merata.
Setelah proses fertilisasi buatan
dilakukan, langkah selanjutnya adalah mengamati perkembangan telur setelah
menjadi zygot dari pertemuan sel sperma dan sel telur atau ovarium. Pengamatan
perkembangan telur dilakukan setiap satu jam sekali dan dimulai pada tanggal 02 juni 2013 pukul 00.00 WITA sampai
tanggal 03 juni 2013 pukul 04.00 WITA. Berdasarkan hasil pengamatan yang
berhasil dicatat oleh kelompok 2 menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
terhadap perkembangan telur tiap satu jam sekali dan perkembangannya dimulai
dari fase cleavage hingga embriogenesis menjelang penetasan. Perkembangan telur
sebelum dia menetas jadi larva telah melewati 26 fase perkembangan yang
berbeda-beda setiap waktu satu jam.
V. KESIMPULAN
Dari
hasil dan pembahasan praktikum teknik pembenihan ikan dapat diambil beberapa
kesimpulan antara lain :
1.
Penentuan
jenis kelamin ikan dapat diterapkan melalui metode seksualitas primer dan
sekunder.
2.
Ekstrak
kelenjar pituitari menghasilkan hormon GnRH untuk merangsang induk ikan untuk
melakukan pemijahan setelah matang gonad.
3.
Proses
fertilisasi buatan dengan bantuan suntikan ekstrak pituitary pada induk matang
gonad dapat dipijahkan tanpa melihat kebiasaan memijah dan musim pijah dari
ikan.
4.
Perkembangan
telur berbeda-beda pada setiap satu jam sekali setelah terbentuknya zygot dari
proses fertilisasi
DAFTAR PUSTAKA
Gusrina,
2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Khairuman, 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo Media
Pustaka. Jakarta
Sudarma, A. 2004. Peningkatan
Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias sp). Makalah
disampaikan pada Temu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Temu Usaha Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan, Bandung.
Sugiono, 2003.
Efektivitas Aromatase Inhibitor dalam
Pematangan Gonade dan Stimulasi Ovulasi pada Ikan Sumatra (Puntius Tetrazona).
Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur Institut Pertanian
Bogor. Bogor.